Mengapa engkau hadir sekarang…
Bersenandung, hidupkan amarah jiwa.
Dari syair-syair yang terlupakan,
Semua cerita bintang yang ditulis dengan goretan genggaman tangan
dan tarian bunga..
Membentuk relief hidup,
telah terhapus dari catatan mentari…
Menjadi bening Tak berwarna di memori pencaharian bahagia.
Mengapa engkau mengetok pintu rumah ku…
Menawarkan janji mimpi dengan setiap garis senyum,
Mengapa engkau meminta lagi,
sekarang…
satu tangan memahat relief hati…
dan sentuhan ketukan jiwa sebagai pengiring nyanyian tarian bunga…
Setelah suaramu tak lagi indah,
seperti nafas yang terputus…
Ahhh … Mengapa engkau meminta lagi,
Untuk apa yang telah hilang tak kumiliki…
Mengapa engkau meminta lagi,
sekarang…
satu tangan memahat relief hati…
dan sentuhan ketukan jiwa sebagai pengiring nyanyian tarian bunga…
Setelah suaramu tak lagi indah,
seperti nafas yang terputus…
Ahhh … Mengapa engkau meminta lagi,
Untuk apa yang telah hilang tak kumiliki…
Jangan engkau raih tanganku,
Untuk membuat tulisan dengan pena tulang-tulang dan bertintakan darah.
Karena akan menjadi sembilu yang menggores,
mencabik-cabik lapang rasa.
Jangan engkau datang lagi…
Kalau akan mencabut semua bendera-bendera pembatas kemenangan..
Untuk membuat tulisan dengan pena tulang-tulang dan bertintakan darah.
Karena akan menjadi sembilu yang menggores,
mencabik-cabik lapang rasa.
Jangan engkau datang lagi…
Kalau akan mencabut semua bendera-bendera pembatas kemenangan..
Dari setiap pertempuran terhadap sepi yang telah terkalahkan.
***
Waingapu, o1 februari 2010
Waingapu, o1 februari 2010
“Dari kegelisahan Hati… Di Permenungan Malam,
di Keheningan Jiwa”.
di Keheningan Jiwa”.
Karya: Yohanis Landi (Jolandi)
email: jolandi78@yahoo.co.id